Komparatisme Dan Sinema Sastra

Archive for the ‘Komparatisme Sastra’ Category

Karya Sastra dan Psikoanalisis

Disusun oleh : Elisa Fitri

Sastra bandingan, seperti juga disiplin ilmunya, berkembang sejak awal periode krisis pemikiran yang berhubungan dengan promosi ide Sastra. Pada kenyataannya, teori tersebut membentuk persilangan antara wacana filsafat dan kesusastraan. Tetapi dalam prakteknya, sama halnya dengan sebuah pertanyaan mengenai moral yang selalu saja dikaitkan dengan cerminan estetika. Itulah kenapa,   sejak beberapa tahun kebelakang, studi yang terkait dengan karya sastra, filsafat membentuk sebuah ruang lingkup yang benar-benar secara bebas melakukan penyelidikan terhadap wacana tersebut dan hal ini pula yang paling banyak memberikan tempat kepada publik.

Karya sastra dan Psikoanalis

Hubungan antara sastra dengan Psikoanalis tidak membentuk sebuah pertanyaan bandingan, melainkan memberikan jalan keluar atas pengertian atau skema psikoanalis yang berproses dalam karya sastra bandingan. Dalam teks sastra, wacana mengenai psikoanatik (analisis jiwa) bahkan mempunyai kedudukan fungsi yang sama daripada wacana filsafat.

Psikoanalisis sering menimbulkan pertentangan dan terkadang orang mengatakan bahwa dalam disiplin ilmu ini,  sastra tidak dibentuk untuk digunakan secara bijaksana. Hasil pemikiran yang memperbolehkan kita mengacu pada stilistik, semiotik, teks-teks genetik atau jika kita benar-benar mengetahui apa yang dipertaruhkan filsafat dan epistemologi yang cenderung berjalan. Pengetahuan dasar digunakan dalam melakukan sebuah pendekatan resepsi atau instrument analisis yang sesuai yang telah ada sebelumnya, terlebih dulu disaring menggunakan metode kritik, baru setelah itu kita melakukan pembahasan terhadap studi imagologi. Dalam sastra bandingan, permasalahan yang dihadapi ialah kecendrungan menaruh perhatian yang besar terhadap instrument pembacaan teks yang berbeda-beda seperti: basa, epos, budaya. Psikoanalis mumgkin merupakan salah satu bagian dari instrument-instrument tersebut.

Sejarah Psikoanalis

Psikologi lahir sebagai disiplin ilmu ilmiah tersendiri di Jerman pada pertengahan abad XIX, tugas psikologi didefinisikan sebagai analisis kesadaran manusia pada orang dewasa yang normal. Psikologi didominasi oleh gagasan dan upaya mempelajari elemen-elemen dasar dari kehidupan mental orang dewasa normal melalui metode instropeksi. Psikologi melihat kesadaran sebagai tersusun dari elemen-elemen structural yang berhubungan erat dengan proses pada organ-organ pancaindera. Pengalaman kompleks dilihat sebagai dari penggabungan sejumlah sensasi, gambaran dan perasaan. Tugas psikologi adalah menemukan elemen-elemen dasar dan berupaya menetapkan hukum-hukum yang menggabungkan elemen-elemen dasar ini.

Pemahaman Freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-pengalamannya dengan para pasien, analisis tentang mimpi-mimpinya sendiri dan bacaannya sangat banyak mengenai berbagai ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini merupakan data dasar untuk perkembangan teorinya.

Freud berpendapat bahwa pikiran manusia terdiri dari tiga bagian, yakni kesadaran, keprasadaran, ketidaksadaran. Kesadaran mengacu kepada pengalaman-pengalaman mental dalam kesadaran sekarang. Isi mental yang sekarang tidak ada dalam kesadaran, tetapi dengan dapat dengan mudah masuk kedalam kesadaran, berada dalam keprasadaran. ketidaksadaran yang merupakan bagian terbesar dari pikiran adalahgdang dari insting-insting dasar, seperti seks dan agresi.

Freud juga mengemukakan tiga struktur mental atau psikis, yakni id, ego dan superego. Satu-satunya struktur mental yang yang ada sejak lahir adalah id, yang merupakan dorongan-dorongan biologis dan berada dalam ketidaksadaran. Id beroperasi menurut prinsip kenikmatan (pleasure principale) dan mencari kepuasan segera. Ego adalah pikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality principale) yang memuaskan dorogan-dorongan id  menurut cara-cara yang dapat diterima masyarakat. Superego, yang terbentuk melalui proses identifikasi dalam pertengahan masa kanak-kanak, merupakan bagian dari nilai-nilai moral dan beroperasi menurut prinsip moral.

Ketiga sistem tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang mengikuti prinsip-prinsip sistem yang berbeda dalam keadaan normal, prinsip-prinsip yang berlainan ini tidak bentrok satu sama lain. Sebaliknya mereka bekerja sama seperti suatu tim, ego yang memegang kendali. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai suatu kesatuan dan bukan tiga bagian yang terpisah. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda oleh sang individu, mencakup usaha-usaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam namun khas yang dilakukan oleh individu. Kepribadian merupakan hakikat keadaan manusiawi, yang mana merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili si pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang lain, bahwa itulah ia yang sebenarnya. Secara umum id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, sedangkan ego sebagai komponen psikologis dan superego sebagai komponen sosialnya.

Psikonaliasis disebut-sebut sebagai kekuatan pertama dalam aliran psikologi. Aliran ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1890-an oleh Simund Freud, seorang ahli neurologi yang berhasil menemukan cara-cara pengobatan yang efektif bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan gejala neurotik dan histeria melalui teknik pengobatan eksperimental yang disebut abreaction, sebuah kombinasi antara teknik hipnotis dengan katarsis, yang ia pelajari dari senior sekaligus sahabatnya, Dr. Josef Breuer. Bersama-sama dengan Breuer, Freud menangani pasien-pasien dengan gangguan histeria yang menjadi bahan bagi tulisannya, :”Studies in Histeria”. Kerjasamanya dengan Jean Martin Charcot, dokter syaraf terkenal di Prancis, dia banyak menggali tentang gejala-gejala psikosomatik dari pasien-pasien yang mengalami gangguan seksual.

Freud berhasil mengembangkan teori kepribadian yang membagi struktur mind ke dalam tiga bagian yaitu :

  • consciousness (alam sadar),
  • preconsciousness (ambang sadar) dan
  • unconsciousness (alam bawah sadar).

Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas.

Freud mengembangkan konsep struktur mind tersebut dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.

  • Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Pada inti kepribadian dan sama sekali tidak disadari individu terdapat wilayah psikis yang disebut id. Dilihat dari perkembangannya, id adalah bagian tertua dari kepribadian. Pada mulanya segala-galanya adalah id. Karena id adalah bagian kepribadian yang sangat primitif yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan bawaan yang tidak dipelajari yang dalam psikoanalis disebut insting-insting. Ia beroperasi seluruhnya pada tingkat ketidaksadaran dan tidak diatur oleh pertimbangan oleh waktu, tempat dan logika. Id berhubungan erat dengan proses-proses jasmaniah darimana ia mendapatkan energinya.  Freud juga menyebutnya sebagai “kenyataan psikis yang sebenarnya” karena ia merepresentasikan dunia bathin dari pengalaman subjektif dan tidak mengenal kenyataan yang objektif.

Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tingkat tegangan organisme meningkat maka id akan bekerja sedemikian rupa sebagai untuk segera menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat energi yang rendah serta menyenangkan. Gambaran-gambaran mentah yang bersifat memenuhi hasrat merupakan satu-satunya kenyataan yang dikenal id. Ciri-ciri lain dari id adalah tidak memiliki moralitas. Karena tidak dapat menilai  atau membedakan antara baik dan jahat, maka id adalah amoral, primitif, khaos. Seluruh energinya hanya digunakan untuk satu tujuan mencari kenikmatan tanpa memperdulikan apakah hal itu tepat atau tidak. Sebagai daerah yang menyimpan insting-insting, id beroperasi sebagai proses primer.

  • Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Super ego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral. Ego adalah “aku” atau “diri” yang tumbuh dari id pada masa bayi dan menjadi sumber untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Dengan adanya ego, individu dapat membedakan dirinya dari lingkungan disekitarnya dan dengan demikian terbentuklah inti yang mengintegrasikan kepribadian. Perbedaan pokok antara id dan ego ialah bahwa id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.

Ego dikatakan mengikuti prinsip kenyataan (reality principle) dan beroperasi menurut proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan.

Sebagai bagian jiwa yang berhubungan dengan dunia luar, ego menjadi bagian kepribadian yang mengambil keputusan atau eksekutip kepribadian. Ego dikatakan eksekutip kepribadian karena ego mengontrol pintu-pintu kea rah tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberikan respons, dan memutuskan insting-insting manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi eksekutif, ego harus mempertimbangkan tuntutan-tuntutan dari id dan superego yang bertentangan dan tidak realistik.

Dari apa yang diuraikan diatas maka fungsi-fungsi ego ialalah;

a)      Memberikan kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan, seperti makanan dan melindungi organisme,

b)      Menyesuaikan usaha-usaha dari id dengan tuntutan dari lingkungan sekitarnya,

c)      Menekan impuls-impulse yang tidak dapat diterima oleh super ego,

d)      Mengkoordinasikan dan menyeleseikan tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari id dan super ego, dan

e)      Mempertahankan kehidupan individu serta berusaha supaya spesies dikembangbiakkan.

  • Super ego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntutan moral. Komponen struktural ketiga kepribadian adalah super ego dan dalam pandangan Freud, super ego adalah bagian moral atau etis dari kepribadian. Super ego mulai berkembang pada waktu ego menginternealisasikan norma-norma sosial dan moral. Super ego dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistik dan idealistik yang bertentangan dengan prinsip kenikmatan dari id dan prinsip kenyataan dari ego. Super ego mencerminkan yang ideal bukan yang real, memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan.

Superego tumbuh dari ego dan seperti ego, superego tidak memiliki energi dari dirinya sendiri. Namun, superego berbeda dengan ego dalam satu hal yang penting, yakni superego tidak berhubungan dengan dunia luar dan demikian tuntutannya untuk kesempurnaan tidak realistik. Super ego yang berkembang dengan baik akan mengontrol dorongan-dorongan seksual dan agresif melalui proses represi. Ia sendiri tidak melakukan represi, tetapi ia memerintahkan ego untuk melakukannya.

Fungsi pokok super ego:

a)      Merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif karena impuls-impulse ini dikutuk masyarakat

b)      Mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan realistic dengan tujuan-tujuan moralistic

c)      Mengejar kesempurnaan

Dengan  demikian, superego cenderung untuk menentang baik id maupun ego, dan membuat dunia menurut gambarannya sendiri.

Dalam menyimpulkan gambaran ketiga sistem tersebut harus diiingat bahwa id, ego dan super ego tidak dipandang sebagai yang menjalankan kepribadian. Ketiga system tersebut hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang mengikuti prinsip-prinsip system yang berbeda. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai suatu kesatuan, bukan sebagai tiga komponen yang terpisah. Diandaikan id sebagai komponen fisiologis, ego sebagai komponen psikologis, dan super ego sebagai komponen sosial kepribadian.

Apabila terjadi pelanggaran nilai, super ego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah. Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam, seperti : identifikasi, proyeksi, fiksasi, agesi regresi, represi.

Pemikiran Psikoanalisis dari Freud semakin terus berkembang, Alfred Adler (1870-1937), sebagai pengikut Freud yang berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut dengan Individual Psychology. Konsep utama Adler adalah organ inferiority. Berangkat dari teorinya tentang adanya inferiority karena kekurangan fisik yang berusaha diatasi manusia, ia memperluas teorinya dengan menyatakan bahwa perasaan inferior adalah universal. Setiap manusia pasti punya perasaan inferior karena kekurangannya dan berusaha melakukan kompensasi atas perasaan ini. Kompensasi ini bisa dalam bentuk menyesuaikan diri ataupun membentuk pertahanan yang memungkinkannya mengatasi kelemahan tersebut. Selanjutnya, Adler juga membahas tentang striving for superiority, yaitu dorongan untuk mengatasi inferiority dengan mencapai keunggulan. Dorongan ini sifatnya bawaan dan merupakan daya penggerak yang kuat bagi individu sepanjang hidupnya. Adanya striving for superiority menyebabkan manusia selalu berkembang ke arah kesempurnaan. Teorinya ini yang membuat Adler memiliki pandangan lebih optimis dan positif terhadap manusia serta lebih berorientasi ke masa depan dibandingkan Freud yang lebih berorientasi ke masa lalu.

Carl Gustav Jung (1875-1961), salah seorang murid Freud yang kemudian berhasil mengembangkan teorinya sendiri yang disebut Analytical Psychology. Jung menekankan pada aspek ketidakadaran dengan konsep utamanya, collective unconscious. Konsep ini sifatnya transpersonal, ada pada seluruh manusia. Hal ini dapat dibuktikan melalui struktur otak manusia yang tidak berubah. Collective unconscious terdiri dari jejak ingatan yang diturunkan dari generasi terdahulu, cakupannya sampai pada masa pra-manusia. Misalnya, cinta pada orangtua, takut pada binatang buas,dan lain-lain. Collective unconscious ini menjadi dasar kepribadian manusia karena didalamnya terkandung nilai dan kebijaksanaan yang dianut manusia. Ide-ide yang diturunkan atau primordial images disebut sebagai archetype, yang terbentuk dari pengalaman yang berulang dalam kurun waktu yang lama. Ada beberapa archetype mendasar pada manusia, yaitu persona, anima, shadow, self. Archetype inilah yang menjadi isi collective unconsciousness.

Hingga saat ini di Amerika Serikat tercatat sekitar 35 lembaga pelatihan Psikoanalisis yang telah terakreditasi oleh American Psychoanalytic Association dan terdapat lebih dari 3.000 lulusannya yang menjalankan praktik psikoanalisis. Pemikiran psikoanalisis tidak hanya berkembang di Amerika di hampir seluruh belahan Eropa dan belahan dunia lainnya.

Beberapa teori yang dihasilkan dari kalangan psikoanalisis

  • teori konflik;
  • psikologi ego;
  • teori hubungan-hubungan objek
  • teori struktural; dan sebagainya

Terlepas dari kontroversi yang menyertainya, psikoanalisis merupakan salah satu aliran psikologi yang telah berhasil menguak sisi kehidupan manusia yang tidak bisa diamati secara inderawi. Psikoanalisis telah mengantarkan pelopornya, yaitu Sigmund Freud sebagai salah satu tokoh psikologi yang paling populer di Amerika pada abad ke-20.

Sigmund Freud, pemula cikal bakal psikoanalisa, dilahirkan tahun 1856 di kota Freiberg yang kini terletak di Cekoslowakia, tetapi mulanya wilayah Kerajaan Austria. Tatkala dia berumur empat tahun, keluarganya pindah ke Wina dan di situlah dia menghabiskan hampir seluruh hidupnya. Freud seorang mahasiswa yang cemerlang di sekolahnya, meraih gelar sarjana kedokteran dari Universitas Wina tahun 1881. Selama sepuluh tahun berikutnya dia melakukan penyelidikan mendalam di bidang psikologi, membentuk staf klinik psikiatri, melakukan praktek pribadi di bidang neurologi, bekerja di Paris bersama neurolog Perancis kenamaan Jean Charcot dan juga bersama dokter Josef Breuer orang Wina.

Gagasan Freud di bidang psikologi berkembang tingkat demi tingkat. Batu tahun 1895 buku pertamanya Penyelidikan tentang Histeria terbit, bekerja sama dengan Breuer. Buku berikutnya Tafsir Mimpi terbit tahun 1900. Buku ini merupakan salah satu karyanya yang paling orisinal dan sekaligus paling penting, meski pasar penjualannya lambat pada awalnya, tetapi melambungkan nama harumnya. Sesudah itu berhamburan keluar karya-karyanya yang penting-penting, dan pada tahun 1908 tatkala Freud memberi serangkaian ceramah di Amerika Serikat, Freud sudah jadi orang yang betul-betul kesohor.

Di tahun 1902 dia mengorganisir kelompok diskusi masalah psikologi di Wina. Salah seorang anggota pertama yang menggabungkan diri adalah Alfred Adler, dan beberapa tahun kemudian ikut pula Carl Jung. Kedua orang itu akhirnya juga menjadi jagoan ilmu psikologi lewat upaya mereka sendiri.

Freud menikah dan mempunyai enam orang anak. Pada saat-saat akhir hidupnya dia kejangkitan kanker pada tulang rahangnya dan sejak tahun 1923 dan selanjutnya dia mengalami pembedahan lebih dari tiga puluh kali dalam rangka memulihkan kondisinya. Meski begitu,dia tetap menemukan kerja dan beberapa karya penting bermunculan pada tahun-tahun berikutnya. Di tahun 1938 Nazi menduduki Austria dan si Sigmund Freud yang sudah berusia 82 tahun dan keturunan Yahudi itu dipaksa pergi ke London dan meninggal dunia di sana setahun sesudahnya.

Kontribusi Freud dalam bidang teori psikologi begitu luas jangkauannya sehingga tidak gampang menyingkatnya. Dia menekankan arti penting yang besar mengenai proses bawah sadar sikap manusia. Dia tunjukkan betapa proses itu mempengaruhi isi mimpi dan menyebabkan omongan-omongan yang meleset atau salah sebut, lupa terhadap nama-nama dan juga menyebabkan penderitaan atas bikinan sendiri serta bahkan penyakit.

Freud mengembangkan teknik psikoanalisa sebagai suatu metode penyembuhan penyakit kejiwaan, dan dia merumuskan teori tentang struktur pribadi manusia dan dia juga mengembangkan atau mempopulerkan teori psikologi yang bersangkutan dengan rasa cemas, mekanisme mempertahankan diri, ihwal pengkhitanan, rasa tertekan, sublimasi dan banyak lagi. Tulisan-tulisannya menggugah kegairahan bidang teori psikologi. Banyak gagasannya yang kontroversial sehingga memancing perdebatan sengit sejak dilontarkannya.

Freud mungkin paling terkenal dalam hal pengusulan gagasan bahwa gairah seksual yang tertekan sering menjadi penyebab penting dalam hal penyakit jiwa atau neurosis. (Sesungguhnya, bukanlah Freud orang pertama yang mengemukakan masalah ini meski tulisan-tulisannya begitu banyak beri dorongan dalam penggunaan lapangan ilmiah). Dia juga menunjukkan bahwa gairah seksual dan nafsu seksual bermula pada saat masa kanak-kanak dan bukannya pada saat dewasa.

Berhubung banyak gagasan Freud masih bertentangan satu sama lain, sangatlah sulit menempatkan kedudukannya dalam sejarah. Dia merupakan pelopor serta penggaagas, dengan bakat serta kecerdasan luar biasa yang menghasilkan pelbagai gagasan. Tetapi, teori-teori Freud (tidak seperti Darwin atau Pasteur) tak pernah berhasil kesepakatan dari masyarakat ilmuwan dan teramat sulit mengatakan bahwa bagian-bagian mana dari gagasannya yang akhirnya dapat dianggap sebagai suatu kebenaran.

Lepas dari pertentangan yang berkelanjutan terhadap gagasan-gagasannya, tampaknya sedikit sekali yang meragukan bahwa Freud merupakan tokoh menonjol dalam sejarah pemikiran manusia. Pendapat-pendapatnya di bidang psikologi sepenuhnya telah merevolusionerkan konsepsi kita tentang pikiran manusia, dan banyak gagasan serta istilah-istilahnya telah digunakan oleh umum-misalnya: ego, super ego, Oedipus complex dan kecenderungan hasrat mau mati.

Psikoanalis merupakan cara penyembuhan yang teramat mahal dan serius dan pula tidak berhasil apa-apa. Tetapi dilain sisi, teknik itu meraih sukses besar. Para psikolog di masa depan berkesimpulan bahwa keinginan seksual yang tertekan akan semakin penting peranannya dalam tingkah laku manusia daripada anggapan para penganut faham Freud. Tetapi, gairah ini sudah pasti punya saham besar dari anggapan sebagian psikolog sebelum Freud. Begitu pula, mayoritas psikolog kini yakin bahwa proses mental bawah-sadar memegang peranan yang menentukan dalam tingkah laku manusia, sesuatu hal yang diremehkan orang sebelum Freud.

Dinamika-dinamika Kepribadian

Tingkat-tingkat kehidupan mental dan bagian-bagian pikiran mengacu kepada struktur atau susunan kepribadian, sedangkan kepribadian juga melakukan sesuatu. Dengan demikian, Freud mengemukakan suatu prinsip yang disebut prinsip motivasional atau dinamik untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang mendorong dibalik tindakan-tindakan manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kenikmatan dan mereduksi tegangan serta kecemasan.

a)         Naluri

Naluri atau insting adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) pada tubuh yag diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh. Naluri akan menghimpun sejumlah energi psikis apabila suatu kebutuhan muncul, dan pada gilirannya naluri ini akan menekan atau mendorong individu untuk bertindak kearah pemuasan kebutuhan yang nantinya bisa mengurangi egangan yang ditimbulkan oleh tekanan energi psikis tersebut. Naluri tersusun dari empat unsur; sumber, upaya, objek dan dorongan. Sumber dari naluri adalah kebutuhan, upayanya adalah mengisi kekurangan atau memuaskan kebutuhan, sedangkan objeknya adalah hal-hal yang bisa memuaskan kebutuhan. Tingkah laku individu dibangkitkan oleh keadaan peka, dan ditujukan untuk mengurangi kepekaan itu. Individu menerima stimulus dari dalam berupa naluri-naluri, individu juga menerima stimulus dari luar berupa sikap dan perlakuan dari individu-individu lain atau berupa situasi dan kondisi lingkungan tempat individu berada.

Naluri-naluri yang terdapat pada manusia dibedakan kedalam dua macam naluri, naluri-naluri kehidupan dan naluri-naluri kematian.

Naluri kehidupan, naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. Naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies . contoh dari naluri kehidupan adalah, lapar, haus dan seks.

Freud menekankan bahwa seksualitas manusia memiliki sejarah yang panjang yang dimulai sejak kelahiran dan seks itu sendiri tidak hanya terdiri dari satu naluri, sehubungan dengan hal ini Freud berpendapat bahwa pada manusia terdapat beberapa bagian tubuh yang peka yang apabila mendapat rangsangan akan menghasilkan perasaan yang menyenangkan. Perasaa semacam ini disebut juga perasaan erotik.

Sementara itu, naluri kematian adalah naluri yang ditujukan kepada perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada. Naluri kematian pada individu bisa ditujukan kepada dua arah, yakni kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain atau keluar diri. Naluri kematian yang diarahkan kepada diri sendiri tampil dalam tindakan bunuh diri atau tindakan massochist (menyakiti diri sendiri), sedangkan nalur kematian yang diarahkan keluar atau kepada orang lain dinyatakan dalam tindakan membunuh, menganiaya atau menghancurkan orang lain.

b)         Kecemasan

Dinamika kepribadian sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk memuaskan kebutuhan seseorang lewat transaksi dengan dunia luar. Disamping perannya sebagai pemuas kebutuhan, dunia luar juga ambil bagian dalam membentuk kepribadian. Lingkungan mengandung daerah-daerah bahaya dan tidak aman; ia dapat mengancam maupun memberikan kepuasan. Kecemasan menurut Freud adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan disertai dengan sensasi fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Keadaan yang tidak menyenangkan itu sering kabur dlah instingual an sulit menunjuk dengan tepat, tetapi kecemasan itu sendiri dirasakan. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindugi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

Menurut pandangan awal Freud kecemasan adalah instingual, yang timbul karena dorongan seksual tak sadar direpresikan. Namun, bila pandangan itu benar, maka kesimpulannya perasaan tersebut hanya terdapat pada sumber tak sadar, sedangkan ego  sadar seperti digambarkan dalam model structural dimana ego terpisah dari hal yang direpresikan tidak akan mengalami afek kecemasan yang tidak menyenangkan. selanjutnya, apabila ego tidak mengalami kecemasan, maka ego tidak akan memicu kontra kekuatan represif yang melemparkan dari kesadaran dorongan yang tidak dapat diterima dan yang menimbulkan kecemasan.

Peranan atau pengaruh lingkungan terhadap kepribadian individu ditunjukkan oleh fakta bahwa disamping bisa memuaskan atau menyenangkan individu, lingkungan juga bisa memfrustasikan , tidak menyenangkan , dan bahkan mengancam atau membahayakan individu. Terhadap stimulus-stimulus tertentu yang dihadapinya, dalam hal ini stimulus yang mengancam atau membahayakan, individu biasanya menunjukkan reaksi ketakutan, lebih-lebih  apabila stimulus-stimulus tersebut tidak bisa diatasi atau sulut dikendalikan. Dan  apabila stimulus yang membahayakan itu terus menerus menghantui atau mengancam individu, maka individu ini mengalami kecemasan.

Freud membedakan kecemasan menjadi tiga macam kecemasan;

a) Kecemasan realitas

kecemasan realitas atau  ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya dari dunia luar (api, binatang buas, orang jahat, hukuman, penganiayaan).

b) Kecemasan neurotik

kecemasan atas tidak terkendalinya naluri-naluri primitif oleh ego yang nantinya bisa mendatangkan hukuman. Sumbernya berasal dari dalam diri, kecemasan neurotik pada dasarnya berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal dari dunia luar.

c) Kecemasan moral

Kecemasan moral ini menyatakan diri dalam bentuk rasa bersalah atau perbuatan dosa. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, kecemasan moral bersifat nyata, dalam arti bahwa tekanan superego atas ego yang menimbulkan kecemasan moral. Kecemasan berfungsi sebagai peringatan bagi individu agar mengetahui adanya bahaya yang mengancam, sehingga individu tersebutbisa mempersiapkan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bahaya yang mengancam itu. Kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi dengan tindakan yang efektif disebut traumatik. Ia akan menjadikan sang pribadi dalam keadaan tak berdaya.

Aplikasi teori psikoanalis tehadap karya sastra

Aplikasi teori Psikoanalis dalam karya Sastra dilakukan dengan mencoba menganalisis usaha-usaha apa saja yang dilakukan sang tokoh utama untuk keluar dari aturan-aturan yang mengikatnya. Permasalahan yang akan dikemukakan  disini ialah apakah teori psikoanalis memiliki keterkaitan dalam roman Thérèse Raquin, sehingga membuat roman tersebut menjadi bermakna.

Dalam roman Thérèse Raquin, kecemasan-kecemasan itu tampak dari dalam diri nya ketika selingkuhannya Laurent membunuh suaminya. Disini nampak jelas, sang tokoh utama mengalami kecemasan yang mana menurut Freud timbul dari alam bawah sadar kita (unconsiusnes). Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism. Psikoanalisis juga tercermin dalam sinopsis roman Therese Raquin berikut;

Thérèse Raquin bercerita tentang seorang gadis yang bernama Thérèse, sejak kecil ia diasuh bibinya dan ketika beranjak remaja dinikahkan oleh saudara sepupunya Camille.  Bibi Raquin sengaja menikahkan Thérèse dengan Camille agar putra semata wayangnya itu kelak ada yang menjaga, mengingat kondisinya yang lemah dan sakit-sakitan. Sebenarnya Thérèse tidak mencintai Camille, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa karena Bibi Raquin lah yang berhak menentukan semuanya. Perkawinannya dengan Camille sama sekali tidak mendatangkan kebahagiaan, karena kondisi Camille yang lemah dan tidak dapat melakukan aktifitas berat layaknya seorang lelaki normal. Sehari-hari Camille hanya terbaring lemah di ranjangnya dan hidupnya pun bergantung dari obat-obatan yang menopang hidup. Seminggu setelah pernikahannya, Camille mengutarakan keinginannya untuk pindah ke Paris. Semula bibi Raquin tidak setuju tetapi Camille bersikeras untuk pindah dan memulai hidup baru disana. Di Paris, bibi Raquin menyewa apartement kecil dan lembab, membuka toko kelontong sementara itu, Camille diterima bekerja di kantor pusat kereta api Orleans. Hingga pada suatu hari, Camille bertemu dengan teman lamanya semasa di Vernon dulu “Laurent”. Kehadiran Laurent membawa pengaruh besar bagi Thérèse, ia menemukan sesosok laki-laki sejati yang tampan dan gagah yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Laurent pun sadar akan hal itu, ia mengerti kalau Thérèse menaruh hati padanya dan sering memperhatikannya ketika ia bertandang ke rumah Camille. Dengan dalih menawarkan jasa melukis wajah Camille, Laurent pun dengan lihai berhasil membuat Thérèse jatuh cinta padanya. Percintaan terlarang pun dimulai, tanpa sepengetahuan Camille.  percintaan mereka berlangsung di apartement bibi Raquin yang sempit, Laurent selalu memanfaatkan waktu makan siang untuk bercinta dengan Thérèse. Semakin lama Laurent semakin tak bisa membendung perasaan cinta dan nafsunya kepada Thérèse, ia berkeinginan untuk memiliki gadis pujaannya seutuhnya. Maka, ia pun menyusun rencana, ia ingin menghabisi nyawa Camille. Pada hari minggu yang cerah, ia menjalankan rencananya. Ia mengajak Camille dan Thérèse berperahu ke sungai Seine. Sebelumnya ia mengutarakan rencananya kepada Thérèse, dan gadis itu pun setuju. Ketika perahu berada ditengah-tengah, Laurent pun menjalankan aksinya. Ia menjerat leher Camille dan membenamkan kepala Camille ke dalam sungai Seine, Thérèse yang melihat kejadian itu pun shock dan menjerit-jerit minta tolong. Laurent mengancamnya untuk tidak menceritakan kejadian itu kepada siapa pun. Berpura-pura panik dan berusaha menolong Camille yang tenggelam, Laurent pun berteriak minta tolong. Lalu, ia menceritakan ihwal kejadian tenggelamnya Camille kepada orang-orang. Ia pun dielu-elukan sebagai pahlawan, namun, bibi Raquin tidak percaya begitu saja tentang kematian Camille yang tiba-tiba. Tetapi, pikiran itu pun ditepisnya. Melihat Thérèse yang dirundung kesedihan sepeninggal kematian suaminya. Bibi Raquin pun menikahkannya dengan Laurent. Tetapi pernikahan itu tidak mendatangkan kebahagiaan, setiap hari pertengkaran mewarnai kehidupan rumah tangga mereka. Hal ini disebabkan oleh kecemasan-kecemasan yang dialami Thérèse, setelah kematian Camille. Ia diliputi rasa bersalah yang sedemikian besarnya dan perasaan bersalah itu pun semakin menghantuinya. peristiwa itu selalu melekat dibenaknya dan berulang kali potongan-potongan kejadian itu terngiang diotaknya. Laurent merasa kehadiran Thérèse membahayakannya, ia pun memutuskan untuk membunuhnya dengan racun. Thérèse pun berniat membunuh Laurent dengan sebilah pisau. Menyadari akan niat masing-masing dari mereka untuk saling membunuh, mereka pun memutuskan untuk berbagi racun itu, lalu meminumnya. Dan kedua nya pun meregang nyawa bersama.

Dari kutipan sinopsis diatas sangat jelas sekali 3 aspek psikoanalis menurut Freud seperti id, ego, super ego tampak dalam diri Therese sang tokoh utama dan Laurent ketika mereka berencana untuk menghabisi suami Therese, Camille dan kecemasan-kecemasan lainnya ketika sang suami meninggal tenggelam di sungai akibat ulah jahat Laurent (selingkuhan Therese). Perasaan bersalah yang mendera Therese terus-menerus membuatnya hampir gila, hal ini mengindikasikan Therese mengalami kecemasan neurotik, kecemasan atas tidak terkendalinya naluri-naluri primitif oleh ego yang nantinya bisa mendatangkan hukuman. Sumbernya berasal dari dalam diri, kecemasan neurotik pada dasarnya berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal dari dunia luar.

MEMAHAMI SASTRA BANDINGAN

Disusun oleh : Raspriatma Caesar S – Sas.Prancis 05

EXTRAIT

L’hypertexte est un instrument de création de communautés pour etudier la littérature comparée. C’est – a – dire la création comme un concept d’enseignement de littérature. Il y a beaucoup de théorie sur l’hypertexte. Par exemple, le réputé théoricien de l’hypertexte s’appelle George Landow. Il dit que l’hypertexte est une nouvelle reconfiguration d’enseignement pour les étudiantes dans l’éducation connecte par l’internet. Mais, selon Mireille Rosello, il est le professeur de français à l’université de Michigan. Il dit qu’il y a deux façons fondamentales sur l’espace hypertextuel sont les hypertextes critiques et didactiques. Ils offrent les processus analytiques et herméneutiques. L’autre opinion par le professeur d’italien, Raffaele Pinto, les messages dans la communication contient les genetiques ou analogiques déterminent le parcours au sein du hypertextuel.

Dalam memahami sastra perbandingan, sebuah universitas di Spanyol, Universitat Oberta de Catalunya mengorientasikan bahwa subjek sastra universal sebagai hiperteks. Hiperteks adalah suatu alat penciptaan bagi komunitas untuk mempelajari sastra perbandingan. Penciptaan yang dimaksud adalah prinsip atau konsep pengajaran sastra.

Pada awal tahun 80 – an, seorang ahli hiperteks bernama George Landow. Beliau mengatakan bahwa hiperteks sebagai alat mengajar model baru bagi mahasiswa – mahasiswa untuk pendidikan jarak jauh yang terhubung oleh internet.

Dalam komunitas suatu universitas, ketika seorang dosen mengajarkan sastra perbandingan, aktivitas tersebut dilaksanakan di dalam dunia maya (tidak ada tatap muka di kelas). Hal ini disebut dengan pengajaran asinkronik. Ciri – ciri ini menunjukkan betapa menariknya elaborasi dukungan tentang hipertekstual, kaya inovasi, kemampuan menarik perhatian mahasiswa, model ini merupakan cara baru untuk memahami sastra.       Membicarakan subjek sastra universal, kita (seseorang) mempunyai kesempatan membuat format atau model hipertekstual menurut konsep, pengajaran atau pandangan kita tentang sastra dalam waktu yang sama, salah satu contoh adalah : sebuah komunitas sains atau teknik maka hiperteks yang dipakai adalah penemuan teknologi terbaru. Jadi hiperteks apa yang digunakan tergantung dari komunitasnya.

Landow juga mengatakan bahwa hiperteks menawarkan segala keterbukaan bagi pembaca dan hubungan interdiskusi. Berkat hiperteks, mahasiswa dan dosen dapat menghasilkan sebuah perkuliahan terbuka, interaktif, jumlah referensi yang tak terbatas.

Sedangkan menurut ahli lain yaitu profesor Prancis Universitas Michigan Mireille Rosello mengatakan bahwa ada dua cara fondamental dalam ruang lingkup hipertekstual yaitu hipertekstual kritik dan hipertekstual didaktik. Kedua cara ini menawarkan pemakaian analisis dan hermeneutik dengan potensialitas konstruktif.

Selain itu, professor Italia bernama Raffaele Pinto juga menambahkan bahwa subjek sastra universal dalam ruang lingkup komunikasi dengan mahasiswa, disebutkan bahwa pesan – pesan dari komunikasi merupakan hubungan intertekstual yang terdiri dari genetik atau struktur dan analogik yang menunjukan sebuah difusi dan artikulasi dalam sastra. Metode ini menawarkan cara baru bagi mahasiswa dalam memahami isi, maksud, atau pesan yang terkandung dalam sebuah karya sastra.

Jadi, keseimpulannya adalah bahwa hiperteks – hiperteks memberikan semacam pengalaman yang dapat membantu mahasiswa – mahasiswa dalam mempelajari penulisan maupun pembacaan karya sastra secara kritis.

MENATAP DUNIA  BERJENDELAKAN KOMPARATISME SASTRA

Disusun Oleh: Olav Iban – Sas.Prancis UGM ’06

Extrait : La littérature comparée est l’approche multi-disciplinaire qui effectue l’étude comparée des littératures de différentes aires linguistiques, mais aussi de différents médias et types d’arts. Traditionnellement, la littérature comparée française s’est limitée aux études des auteurs en relation biographique pourtant, aujourd’hui, sous l’influence des recherches américaines et japonaises, elle s’est ouverte aussi aux études thématiques, idéologiques, etc. Le comparatiste peut s’intéresser aux littératures nationales, tout comme à la musique, à la peinture, au cinéma, etc. La pratique de cette discipline exige la maîtrise de plusieurs langues et des connaissances dans plus d’un domaine de recherche. Par sa nature pluraliste, la littérature comparée encourage les échanges entre les disciplines et les lieux de recherche

Tatkala para filsuf Barat berpolemik tentang apakah telur yang membentuk ayam atau ayam sendirilah yang membentuk telurnya, seorang pendongeng Timur Tengah telah lama menjawab itu lewat salah satu kisahnya dalam cerita Seribu Satu Malam.

Seorang pedagang di kota tua Ur-Khasdim tinggal di rumah berhalaman marmer abu-abu tua, di jalan berbatu yang dipagari pohon palem. Di ujung halaman rumah itu, di bawah pohon anggur yang sedang berbunga, terdapat air mancur kecil berhias marmer berwarna putih salju. Suatu malam pedagang itu bermimpi. Dalam mimpinya, dia mendapat perintah untuk segera pergi menuju Mesir dan mendapat peruntungan. Maka berangkatlah dia keesokan harinya. Di Mesir dia jatuh tertidur di halaman mesjid dan dituduh mendobrak dan merampok rumah disebelahnya. Dia dipenjarakan dan dia bercerita kepada seorang tahanan lain bahwa dia hanya mengikuti mimpinya.

“Bodoh,” kata tahanan lain itu, “ke mana mimpimu itu membawamu selain ke penjara? Aku sendiri pernah bermimpi tiga kali akan menemukan rumah berhalaman marmer abu-abu. Di ujung halaman, di bawah rerimbunan anggur, terdapat air mancur berhias marmer berwarna putih salju. Di bawah air mancur terkubur harta berlimpah.”

Tanpa berkata apa-apa, pedagang itu kabur dan kembali ke rumahnya, menggali di bawah air mancur, dan menemukan harta karun berlimpah ruah.

Mengerti, mengenal, dan memahami apa itu komparatisme sastra bagi benak mahasiswa Fakultas Sastra sebenarnya adalah hal yang sama dalam menetukan mana yang terlebih dahulu, ayam atau telur. Rumit ruyam tak berujung. Namun sebenarnya mudah, karena untuk menjawabnya hanya perlu melihat sang objek dari sudut pandang lain yang berbeda. Seperti halnya menjawab pertanyaan apa itu gula? Gula itu adalah suatu yang manis. Tapi madu juga manis, lalu apa itu gula? Gula itu bentuknya kecil dan putih. Namun pasir di pantai juga kecil dan putih, lalu apa itu gula? Karena tak ada yang pasti di dunia ini selain ketidakpastian, maka jalan termudah untuk menjawab pertanyaan tadi adalah hanya dengan ketidakpastian itu sendiri. Mudahnya adalah, gula itu bukan garam. Selesai. Cukup dengan jawaban bersifat tidak pasti untuk menjawab pertanyaan definitif. Hal ini berlaku juga dalam memahami apa itu komparatisme sastra.

Secara teoritis, komparatisme sastra atau sastra bandingan atau interteks adalah sebuah kajian perbandingan dua karya sastra atau lebih yang berupa eksplorasi perubahan, penggantian, pengembangan, dan perbedaan timbal balik. Kajian ini bertujuan menelusuri  kemungkinan adanya pengaruh satu karya dengan karya yang lain. Menelusuri adanya kemungkinan produksi makna yang terjadi di dalam sebuah karya ketika disandingkan dengan karya lain, baik melalui proses oposisi, permutasi, dan transformasi. Menelusuri adalanya persamaan-persamaan yang berujung peniruan, jiplakan, bahkan plagiat walaupun dalam batas-batas orisinalitas. Todorov (1985: 20-21) menyebut ini dengan istilah polivalensi, yaitu wacana yang memiliki keterkaitan dengan wacana sebelumnya.

Menurut Ratna (2008: 172-173), teks-teks atau karya-karya sastra yang dikerangkakan dalam interteks tidak terbatas sebagai persamaan genre, kajian ini memberi  kemungkinan yang seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hypogram (menurut Riffaterre hypogram adalah struktur prateks, yang dianggap sebagai energi puitika teks). Interteks sebenarnya dapat dilakukan antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos. Hubungan yang dimaksud bukan semata-mata sebatas dalam hal persamaan, namun juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parodi ataupun negasi. Hal-hal rinci seperti inilah yang telah dibiaskan oleh mahasiswa sekarang, yang beranggapan picik tentang sebuah kajian komparatisme sastra adalah kajian yang sempit dan kaku. Hubungan antar teks tidak sesederhana seperti yang dibayangkan. Kompleksitas hubungan dengan sendirinya tergantung pada kompetensi pembaca, yang sesuai dengan hakikat post strukturalisme, makin kaya pemahaman seorang pembaca maka makin kaya pula hubungan-hubungan antar teks yang dihasilkan.

Pada pengaplikasiannya dalam sebuah penelitian sastra, komparatisme sastra memiliki hubungan erat dengan psikologi sastra, suatu kajian yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan, baik dari pengarang maupun dari pembaca (Endraswara, 2003:96). Dan pada sebuah penelitian ilmu humaniora, terutama ilmu sastra, terbagi tiga komponen utama: a) subjek peneliti, b) objek penelitian, dan c) sarana penelitian (Ratna, 2008:359). Berdasar penjelasan-penjelasan tersebut, maka dapat dibumikan sebagai berikut: Jika sarana penelitian adalah dengan menggunakan metode komparatisme sastra, lalu harus ditentukan dua karya sastra atau lebih sebagai objek penelitian, yang dalam hal ini dipilihlah The Discours karya Niccolo Machiavelli (sebuah karya anti-tesis dari karya sebelumnya, Il Principe, satu dari tiga magnum opus-nya) yang akan disandingkan dengan Trias Politica karya Montesquie, yang keduanya sama-sama menggali tema mengenai politik dan kekuasaan. Melihat kenyataan bahwa aspek-aspek penetu dalam komparatisme sastra adalah ilhwal tema dan ide sastra, maka perlulah ditinjau ke belakang tentang bagaimana mereka berdua (Machiavelli dan Montesquie) memilih tema politik dan kekuasaan, yang sehingga peninjauan ke belakang ini mau tak mau akan bersentuhan langsung dengan kajian psikologi sastra. Dengan demikian diperlukan pengkaitan informasi agar dapat menghasilkan tujuan yang jelas. Informasi tersebut adalah pertanyaan tentang “Kapan” dan “Siapa”. Kapan mereka menulis karya-karya tersebut? Setelah perang kah? Saat negara mereka makmur kah? Atau saat negara mereka sedang dalam posisi inferior kah? Lalu informasi kedua adalah pertanyaan “Siapa”. Siapa mereka? Dari keluarga proletar kah? Dari kaum birokrat kah? Dari bangsa terjajah kah? Setelah berhasil mengumpulkan timbunan informasi berfondasikan dua pertanyaan tersebut, maka akan termudahkanlah jalannya penelitian. Dengan kata lain, komparatisme sastra memiliki tingkatan status yang lebih tinggi daripada psikologi sastra karena kajian tersebut melacak dua wujud kejiwaan yang berbeda.

Namun sesungguhnya komparatisme sastra lebih tinggi dari itu. Mengapa? Dalam imitasi penelitian di atas, belum dimasukkan satu unsur paling penting yang tak boleh dilewatkan pada sebuah penelitian ilmu sastra yaitu subjek peneliti, orang yang melakukan penelitian itu sendiri. Jika seandainya saja pada subjek peneliti disematkan nama Pramoedya Ananta Toer, lalu setelah melakukan penelitian tersebut dia menelurkan sebuah buku berjudul Bumi Manusia (buku pertama dari tetralogi Pulau Buru: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) yang ‘mungkin’ adalah hasil dari campuran pemikiran tiga jiwa: Machiavelli, Montesquie, dan Pramoedya sendiri, maka berhaklah komparatisme sastra berdiri pada tingkatan yang lebih tinggi dari sekadar pengkajian sastra pada umumnya. Bahkan jika ingin dilanjutkan lagi, dapat diiyakan bahwa kajian ini berada satu tingkat di bawah Ilmu Sastra sendiri. Dengan penjelasan (masih berkaitan dengan kasus sebelumnya), jika buku Bumi Manusia yang ‘mungkin’ adalah hasil campuran pemikiran tiga penulis besar dunia ini dibaca, ditelaah, dan kemudian didaur ulang dengan lebih matang oleh seorang subjek peneliti lain, dalam hal ini diambil nama Goenawan Muhammad, dan Gunawan Moehammad tersebut mengeluarkan sebuah esai berjudul, misalkan Magnum Opus, yang sebenarnya adalah hasil kompilasi empat pemikiran dan kejiwaan: Machiavelli, Montesquie, Pramoedya, dan Goenawan Muhammad. Karena sesungguhnya sebuah karya sastra akan menjadi benar-benar karya sastra jika karya tersebut telah tersentuh oleh mata pembaca, dan memang benar bahwa pembaca adalah penyempurna bagi sebuah karya sastra tinggi.

Terkutuklah sebuah karya indah puitis, berisi pesan moral besar, yang tertulis dalam buku bersampul kulit tebal dengan tinta emas di tiap lembarnya, namun tersembunyi rapat di pojok jauh sebuah laci terkunci bersama obeng-obeng tua, paku berkarat, ditemani jamur-jamur kusam yang tak pernah disentuh, dibuka, apalagi dibaca.

Mungkin kenyataan di dunia saat ini berbeda dengan apa yang telah dijabarkan di atas. Namun secara garis besar dapat dikatakan bahwa komparatisme sastra, atau sastra bandingan atau entah apapun julukan yang diberikan pada kajian ini, adalah memiliki arti yang sama dengan adagium ilmu Chaos (mempelajari sistem-sistem non-linear) bahwa satu kepakan kupu-kupu di hutan Amazon sanggup mencipta hujan badai maha dasyat di Manhattan. Seperti itulah komparatisme sastra. Saling berkait satu karya dengan yang lain. Bahwa dunia ini pararel, begitu juga dalam khazanah kesusastraan. Sastra adalah cerminan kehidupan. Sastra adalah pantulan kenyataan. Sastra adalah bayangan akan masa. Sastra adalah impian dan harapan. Sastra adalah kehidupan itu sendiri. Dan sastra itu hidup.

Karena menatap karya sastra sama dengan menatap dunia, dan membandingkan karya sastra sama dengan membandingkan kehidupan.

Les litteratures postcoloniales

Disusun oleh : Diyah Dewi N – Sas.Prancis 06

Extraits

Littérature postcolonial habituellement parle de la littérature qui ont fait ou après la période coloniale et le contenu sont généralement dit sur le problème du social, culturel, communautaire, environnement, qui se produisent après les colonisateurs de l’occupation d’un pays. La différence avec la littérature coloniale est parle au moment de l’occupation est fait, ses écrits a le nuances de l’horreur, la peur, la mort, il y a aussi l’esprit de nationalisme pour le pays et déteste les colons.

Sastra postcolonial biasanya membicarakan tentang sastra yang ada atau dibuat setelat masa colonial dan isinya biasanya menceritakan keadaan social, budaya, masyarakat, lingkungan dll yang terjadi setelah penjajah keluar dari suatu Negara yang dijajah. Perbedaannya dengan sastra colonial adalah, pada saat itu penjajahan sedang berlangsung, mungkin karyanya bernuansa kengerian, ketakutan, kematian, ada juga semangat nasionalisme untuk Negara dan pengecaman secara tidak langsung pada penjajahnya.

Pertanyaan tentang postcolonial ada sejak tahun enampuluhan, ketika banyak imigran dari negara-negara yang sebelumnya dijajah masuk universitas dan perguruan tinggi. Saat itu, Amerika dan Inggris mulai mempertanyakan hal-hal yang terkait dengan sejarah mereka. Apa yang mereka bicara menimbulkan ketertarikan pada para ahli sastra di negara-negara tersebut pada geopolitical sastra mereka saat ini. Study Postcolonial berusaha untuk melakukan keadilan pada kondisi produksi dan sosial budaya yang dalam konteks ini adalah sastra turunan. Mereka menghindari memperlakukan sastra postcolonial hanya sebagai sastra Eropa yang tidak dapat dipahami dengan mudah.

Kritik postcolonial lebih difokuskan terutama pada sastra dari dua penjajah terbesar yaitu Eropa kolonial di akhir abad kesembilanbelas, Anglophone dan Francophone, huruf Lusophone (di Afrika) dan sastra yang dinamis kolonial pada masa lalu, yaitu bahasa hispanophone dan lusophone dari Amerika . Dari sastra Perancis, lebih dikenal dengan komparatisme Perancis. Kritik Postcolonial mengembangkan sebuah perasaan politik yang dalam prakteknya  sedikit hilang oleh karena studi sastra Perancis. Italo Calvino mengamati, ada yang sering salah cara dalam menggunakan politik dalam sebuah karya sastra, kita dapat memakai dua cara yang lebih baik untuk menggunakan hal-hal tentang politik: baik memberikan suara bagi yang tidak memiliki suara(rakyat kecil), ataupun memberikan nama yang tidak memiliki nama.

Sastra menerima banyak tema dan bentuk dari banyak hal yang masih harus dipelajari. Selain itu, media massa menyajikan serangkaian pertunjukan dari budaya dunia, melaluinya kita menerima stereotip global dan bertanggung jawab untuk merangkum berbagai lambang budaya yang berbeda-beda. Internet, televisi dan media massa lainnya menjadikan kita sebagai seseorang yang bepergian sebagai konsumen secara global. Sepertinya hal ini juga merupakan tugas sastra, terutama huruf/bahasa Europhones, untuk menanggapi mereka atau setidaknya untuk menggagalkan salah persepsi.

Karakter transnasional dari pendiri atau pencipta sastra Perancis memiliki berbagai modus interpretasi yang menanamkan dalam penelitian postcolonial :

–  perspektif sejarah: pembentukan sebuah sejarah sastra transnasional, karena berbeda dari sejarah sastra nasional, berorientasi pada produksi kesusasteraan internasional ditulis dalam satu bahasa tetapi dalam cara pluricultural. Yang paling banyak digunakan adalah karya yang terinspirasi secara sosiologis (bidang sastra, lembaga, pusat / pinggiran) dan berfokus pada pekerjaan yang penting dan tertarik pada “minoritas” dan orang-orang yang memberi tempat untuk konsep “sastra minor”.

– perspektif interculturelle : sifat masyarakat yang hibride  mempersulit pengeksplorasian yang dilakukan oleh sastra (dan kritik) post colonial : perundingan antara agama dunia di selatan dan dunia atheist Utara antara mythologies (ekstrim) Timur, Afrika dan Amerika dan Barat mythologies antara kecanggihan teknologi dan teknik tradisional, dll.

– dan Poetics.

Perspective

Sejarah sastra bandingan : kita tahu bahwa pada tahun 1967, atas prakarsa Jacques Voisine, diluncurkan acara sejarah komparatisme sastra bahasa Eropa, yang disponsori oleh ICLA. Hal itu sebagian telah terwujud berkat berbagai publikasi, ada tiga jenis : pertama adalah metodologi perspektif, klasik, sebuah periode sejarah, dari awal masa modern hingga terang. Tapi dari sana, ada pilihan diversifikasi menjadi sejarah sastra gerakan (seperti simbolisme atau ekspresionisme) dan sejarah daerah (seperti sub-Sahara Afrika atau Karibia). Sejarah selalu datang dalam melengkapi sejarah sastra nasional (perpesctives yang melibatkan sastra dan bangsa tetap penting) tetapi merespon belajar yang lebih besar yang menyajikan berbagai masalah.

Vers des etudes transcoloniales

Salah satu pengembangan sastra yang paling menarik adalah tentang sastra bandingan. Penelitian postcolonial adalah mengenai sejarah yang membandingkan sastra-sastra, yaitu menganalisis perbandingan sastra exotik inggris, perancis, belenda, spanyol dan portugis.

Pengetahuan dan Teori Sastra India Modern

Disusun oleh : Yulian Suhamto : Sas.Prancis UGM 06

Extrait

L’Inde, avec des cultures différentes et de l’histoire, au moment de cette évolution avec beaucoup d’expérience dans le domaine de la littérature comparée. Mais ce n’est pas nié, melangee de la culture et de la suppression des anciennes traditions de La Littérature comparée Indien en Inde pour faire le papier semble être de la nation dans le monde comparée. Beaucoup de choses sont comparables, mais sur la même voie, que la littérature comparée à progresser ensemble dans le domaine de la science. Mots-clés: La littérature comparée Indien, de la Tradition, et de la Culture.

Kualitas dari Komparatisme di India, ditandai dengan apa yang dilakukan di banyak negara lainnya, termasuk Perancis, yang membuat komparatisme menjadi terkotak-kotak pada konsep dan sistemnya. Perbandingan tersebut biasanya merupakan karya antik, berabad-abad lalu atau pra-modern yang jarang ditemui di Barat. Banyak dari komparatis India memang tertinggal dengan negara barat atau namun terdapat beberapa komparatis sanskrit sémiolinguistique yang bagus seperti (Kapil Kapoor) atau dengan teori feminis postcolonial ( Vijay Mishra, Suba Chakraborty Dasgupta, Chanda Ipshita), serta cerita rakyat dengan kognitivitas (Rukmini Bhaya Nair).

Para peneliti muda kebanyakan ingin mempelajari Sanskrit pada ketika mulai merambah ke dunia “Sastra dan Sinema”, sementara peneliti lain memilih untuk menggabungkan Tolstoy dan Ramayana . Memang jika diamati  hal tersebut sebagai bukti posisi antara dua dunia, yang bisa dikatakan kebingungan untuk memilih dan mengolah  data yang berkaitan dengan pengetahuan tradisional dan nasional , interpretasi modern ala Barat, atau imperialisme dunia? Namun itu bukan sebuah perjudian atau main-main saja, karena pada saat ini banyak komparatis mulai melirik humanisme sebagai hal yang penuh romantisme dan juga menghindarkan dari subyektivitas individu, menghindari risiko pemalsuan demi validitas ilmu komparatis itu sendiri.

Kenyataan memang membuktikan bahwa kemampuan komparatisme yang diterapkan mungkin akan berbeda-beda, tergantung apakah orang tersebut menggunakan sumber dan bahasa Inggris dalam penelitian, sumber dan bahasa India atau tidak menggunakan bahasa tersebut atau pula bahasa dan sumber lain didunia . Sebenarnya terdapat Komparatisme Imajiner,seperti informasi tidak lengkap dan bahkan kurang berteori, kesamaan tema dalam konteks dibuang jauh baik di dalam ruang atau waktu, ketika dasar perbandingan dibuat-buat secara universal, nama, contoh, nilai-nilai etika, agama atau politik, dan diluar sejarah. Dengan pandangan komparatisme impian inilah, monografi dari Ms Batra pada Dickens Premchand digabungkan dengan beberapa ujicoba untuk  melengkapi Karya Basavaraj Naikar ” Desecration of Religious Values in The Power and the Glory and Samskara “ (Penajisan Nilai Agama dalam Kekuataan dan kemuliaan dan samskara) dan “The Swami dan Whiskey Priest: A Comparative Study of Basavaraj Kattimani of Jaratari Jagadguru and Graham Greene’s The Power and The Glory “, masing-masing diarahkan oleh Mohit K. Ray dan Rao dan diarahkan oleh Dhawan. Karya tersebut tidak sungguh-sungguh  mengurusi seni pembicaraan atau dimensi otonomi, atau citation yang mendukung, tidak semua paradoksal, tidak mengurusi tema, tidak pula mengurusi kelas-kelas dalam proses modernisasi. Mereka justru melihat studi ini adalah ironi pada situasi tertentu, yang tidak selalu terjadi.

Komparatis lain, Sisir Kumar Das, dalam bekerja secara komparatif menggabungkan aspek faktual dan kontekstual  untuk menimbulkan hal-hal yang sensitif. Terkadang sering overdosis dalam menulis sebuah karya komparatisnya, meskipun dia tidak memberikan tanda ketegangan apapun dalam penggunaan pilihan datanya, dan justru ternyata sinkron dan cenderung menafsirkan lingkup interaktifitas dari “sastra.” Sebuah studi  “Tagore dan Jimenez: konsentris kreatifitas” (143-159) mengatakan bahwa lebih baik merevisi konsep lama daripada melarikan diri dari masalah yang terjadi dan maju sementara hal itu justru membohongi pada akhirnya. Permasalahan yang bertingkat ini, adalah sebuah resiprok atau timbal balik dari sebuah tradisi lokal dan tradisi lain yang menyatu, dan hal ini ada dalam sebuah puisi individu dan vice versa dari penulisan Juan Ramon sebelumnya. Ia menyindir istrinya, dan menulisnya dalam bahasa Inggris. “ Apa yang penting untuk diketahui adalah mengapa tradisi kuno masih digunakan dalam beberapa hal modern”.

Seluruh tradisi tidak akan berlaku seiring berjalannya waktu, tetapi terkadang ada beberapa hal yang membuatnya kembali digunakan. Seperti yang dikatakan Das dalam puisi Aphoristiquenya.

Para peneliti komparatisme di India sangat familiar dengan fungsi dan teori polisistemik ( “dinamis dan heterogen”) yang dicetuskan oleh Itamar Even-Zohar pada tahun 1972,walaupun di Eropa,tidak begitu terkenal seperti Daniel-Henri Pageaux yang telah menggunakannya. Zohar menjelaskan dalam “Polysystem Teori” (polysystème) dirancang untuk menjelaskan dan memahami hal tertentu koeksistensi dari dua atau lebih sistem atau budaya, lebih sempit, sastra, dalam konteks yang sama. India dan Israel yang serupa dalam hal ini, namun situasi penggunaan dwi bahasa yang telah dominan di Eropa akhir-akhir ini, mengingatkan komparatis India tentang teori Zohar, yang sekarang berguna untuk menentukan batas-batas politik, memperluas kapasitas  ekonomi dan manusia, serta peningkatan imigran non-Eropa untuk belajar komparatisme. Di India, kini tidak mempermasalahkan bahasa lagi dalam pengembangan Komparatisme nya untuk dipublikasikan secara internasional. Untuk menyamakan dan menyamarkan perbedaan, Mukarovsky Eichenbaum (seorang komparatis India yang ahli) melibatkan dual praktik eksperimentasi ilmiah yang melibatkan pentransferan heuristis kepada  metode hermeneutik manusia dan ilmu yang lainnya (salib), dan metode interpretasi pada objek historis dan geografis jauh (planétarité).

Belajar Lewat Internet

Disusun oleh : Tiara Risa P. – Sas.Prancis UGM 06

Extrait

Sur l’existence de l’Internet, tout le monde peut obtenir l’information dont ils ont besoin de n’importe où, sans la nécessité de tenir compte des différences dans l’espace et le temps. Tout le monde peut utiliser internet comme une nouvelle façon d’apprendre, aussi bien l’utiliser pour obtenir l’information dont ils ont besoin et aussi fournir de nouvelles bases pour l’enseignement à distance grâce à la création de nouvelles communautés d’étudiants connectés par le biais d’Internet. Il ya toutefois quelques différences dans l’utilisation de texte et l’hypertexte comme un établissement d’apprendre

Mot de clés : internet, texte, hypertexte, etudier.

Di era teknologi seperti sekarang ini, semakin banyak cara yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk memperoleh ilmu, selain secara formal dengan bertatap muka dengan guru di sekolah dan membaca buku-buku teks di perpustakaan, kita sekarang juga bisa memanfaatkan keberadaan internet untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan.

Limitless, internet sebagai salah satu alat komunikasi terbaru saat ini bisa dikatakan sebagai sebuah dunia baru yang tanpa batas. Dengan keberadaan internet, maka perbedaan ruang dan waktu bukanlah menjadi hambatan yang berarti lagi. Informasi yang kita butuhkan bisa kita dapatkan dari mana saja dan siapa saja. Karena semua orang bisa menuangkan pemikirannya di internet dan semua orang juga bisa mengakses ke hasil pemikiran tersebut, karena itulah internet disebut sebagai dunia baru yang tak terbatas, semua kemungkinan bisa ditemukan di internet.

Penggunaan internet sebagai sumber informasi dalam sebuah pembelajaran sebenarnya sudah dilakukan dan dianggap sah oleh berbagai instansi, lain halnya dengan proses belajar-mengajar melalui internet yang masih jarang dilakukan kecuali di beberapa Negara maju sepertiAmerika dan Eropa. Ada beberapa hal yang membedakan sistem pembelajaran di sekolah dengan belajar melalui internet. Contoh yang paling jelas terlihat tentu saja hubungan komunikasi antara guru dan murid, dimana saat belajar di kelas murid dan guru saling bertatap muka sementara di internet mereka tidak bertemu secara fisik. Sehingga model pembelajarannya pun adalah asinkron. Model pembelajaran macam ini memungkinkan seseorang belajar dimana saja dari mana saja.

Selain itu, dalam masarakat akademik yang belajar sastra komparatif, mengajar berlangsung dalam konteks baru di mana guru dan siswa tidak bertemu secara fisik di waktu yang sama membawa kita untuk berpikir secara mendalam tentang konfigurasi virtual ini untuk ruang rapat dan pembelajaran dan pengembangan bahan hypertextual saja menarik, kaya dan inovatif, mampu menarik minat siswa baru untuk memperhatikan cara hidup mereka dengan hubungan sastra. Kedua elemen diharapkan untuk menciptakan rasa milik dalam masyarakat belajar yang utama adalah kepentingan sastra dengan menggunakan perspektif komparatif. Melalui subjek “Berita universal sastra” kami memiliki kesempatan untuk mengatur dalam hypertext dan studi literatur, sedangkan memberikan pada saat yang sama yang belum pernah terjadi sebelumnya kesempatan untuk menelusuri beberapa topik dari dunia sastra. Demikian pula, pendekatan yang kita lakukan untuk mendorong dan meningkatkan partisipasi siswa dalam ruang maya ini dengan harapan yang merangsang dialog di antara semua peserta.

Menurut Landow, salah satu masalah yang perlu dipertimbangkan adalah penjelasan dari hubungan antara teknologi informasi di masa lalu dan masa kini. Bahkan, jika kita mengatakan bahwa seluruh kritik sastra tradisional adalah sebuah konsep sastra tertentu (yang terkait dengan buku yang dicetak, tertutup, stabil), adopsi baru bentuk teks elektronik ini akan memerlukan pada saat yang sama tidak hanya cara-cara baru yang bertanya tentang apa sastra (atau apa itu sampai sekarang), tetapi juga termasuk memikirkan kembali dari sudut pandang sejarah, cara kritik sastra secara tradisional didefinisikan dengan obyek studi yang penting dan bagaimana praktek (atau pendidikan) yang terhubung ke inextricably tertentu dari konsepsi sastra dan menulis buku sebagai sarana dasar difusi. Hubungan antara konsep sastra dan kesusasteraan lembaga pantas pemeriksaan lebih lanjut. Tidak ada, tentu saja, hubungan yang unik, tetapi sebanyak mungkin hubungan pendekatan teknologi dan konvensi membaca dan menulis (Aarseth, 1997: 74). Hal ini juga memungkinkan kita untuk memikirkan kembali proses membaca dan karakteristik, nampaknya transparan, bahan cetak (Rosello, 1997: 148).

Internet, dengan konten hypertextnya, merupakan sebuah hal baru dalam dunia komparatisme sastra, juga merupakan sebuah perbedaan mendasar dibandingkan dengan buku teks. Dalam penggunaannya, hypertext mengarahkan pembacanya dari satu teks ke teks lainnya secara bebas, dalam sebuah artikel, bisa ditemukan banyak link menuju artikel lain yang berhubungan dengan bahasan dalam artikel tersebut. Dengan memanfaatkan hypertext ini, kita bisa mendapatkan sebanyak apapun informasi yang kita butuhkan.

Permasalahan yang muncul kemudian adalah dengan adanya hypertext yang mengarahkan kita kesana-kemari, pembaca sering dibuat bingung akan hasil akhir yang mereka dapatkan, terkadang mereka bisa juga “tersesat” antara link-link yang ada di internet. Mencari data melalui internet bisa diibaratkan seperti menjelajahi sebuah dunia baru dengan kemungkinan yang tidak terbatas, kita bisa pergi ke mana saja. Jika dibandingkan dengan buku teks, jelas perbedaannya adalah jalur yang harus ditempuh (jika diibaratkan dengan sebuah penjelajahan). Lewat buku, jalan yang akan kita tempuh sudah disusun dengan urut oleh penulisnya, sementara menjelajahi internet kita harus menentukan sendiri jalan harus kita tempuh untuk mendapatkan informasi yang kita butuhkan. Kita harus bisa membatasi diri dan mengetahui dengan jelas tujuan kita agar kita tidak tersesat.

Yang sering diragukan dan menjadi bahan diskusi adalah bagaimana para siswa pada akhirnya berhasil menentukan jalan mereka untuk mendapatkan informasi yang mereka cari, hal ini juga merupakan indikator cara pikir seseorang, “Program ini telah dikembangkan, karena sudah melihat presentasi, sebagai atlas dimana semua komponen yang terhubung dengan satu sama lain. Kami harus dinavigasi ketika mencoba untuk menempatkan potongan-potongan yang sangat sederhana pada standar: dipimpin oleh keinginan untuk membaca petualangan dan penemuan. Ini adalah media dimana setiap penulis telah menyebar tentang bebas dan bukan membaca buku petunjuk. Anda bebas memutuskan tujuan perjalanan hypertextual ini”(Borrás, 2001).

Tiara Risa Primaresti

S. Prancis 06

06/196784/SA/13728

Actualité du comparatisme Indien

Disusun oleh : Rian Ayu Fatria – Sas.Prancis UGM 06

Extraits:
La litterature comparée de l’Inde est l’un de l’appel de litterature populaire en France comme le comparatisme étranger. La litterature comparée en Inde s’éxiste depuis 1907 à Tagore et a été reconnue comme une dicipline au cours de 50 dernières annees. Mais encore est-t-elle extrêmement minoritaire, d’après tous les critère quantitatifs habituels: nombre d’enseignements et de centres ou de programmes officials, nombre d’etudiants, et de diplomes. L’utilisation des sources antiques et médiévales sur l’Elizabethan très commune en Inde. Le comparatisme de la “literature Indienne comparée” sera souvent mis à contribution pour une recherché de similiarités et de récurrences entre toutes les literature Indiennes. Malheureussement, les indiennes préfèrent utiliser l’anglais comme ses langue que leur proper langue, dans ce cas, ils n’ont pas montré un état unique de l’Inde elle-même est nécessaire pour apprendre la litterature comparée, alors on a donc besoin de trouver le thème de la famillie, l’évolution, ou la philosophie esthetique de distinguer ceux de les Indiennes en général. En Indie, pays multilingue, la pluralité touché l’ensemble du tissue socio-éthico-culturel.
Sastra India saat ini
Sesungguhnya sastra telah berkembang pesat di India. Sastra di India juga telah menduduki tempat terhormat sejak masa kejayaan bahasa Sansekerta klasik kuno pada tahun l.000 SM – 500 M yang seperti juga bahasa Latin di Eropa pada abad pertengahan, merupakan bahasa intelektual dan menjadi dasar bagi kesatuan bangsa India selama ratusan tahun.

Kisah-kisah Ramayana atau Shinta dan Rahwana (yang juga dikenal di Indonesia) merupakan karya besar sastra India pada zamannya. Seperti dikatakan seorang penulis kenamaan, Krishna Kripalani, sastra India diakui sebagai sastra tertua di dunia. Walaupun diakui pula, bahwa sastra India juga mengalami masa pasang surut yang drastis.

Ada zaman saat masa kreatif dan semangat menulis yang menggebu, melahirkan karya sastra yang mencerminkan alam fikiran India yang melahirkan sesuatu indah, halus, penuh dengan filsafah hidup, puisi-puisi yang indah mengandung makna kehidupan, dan kisah-kisah yang mempesona dan mencekam.

Tetapi ada pula suatu zaman India sedang mengalami kelesuan intelektual, menyebabkan daya kreasi menurun, dan kehidupan sastra pun menjadi loyo. Hal ini disebabkan pada masa itu India sedang dilanda kekacauan politik yang banyak menimbulkan kerugian dan kelemahan India yang berbudaya tinggi. Pada masa itulah masuk pengaruh budaya Barat ke dalam budaya India yang semula begitu murni. Pada masa itu pula terjadi intervensi bahasa Inggris ke dalam sastra India, dan ini berlaku sampai sekarang.

Masuknya agama Islam juga memberi pengaruh teramat besar bagi budaya India. Para pengarang terkemuka India juga terpesona oleh sastra dan bahasa Arab. Apalagi setelah sastrawan Arab yang masuk dan berdomisili di India menulis karya-karya sastranya dengan latarbelakang India. Mereka merasa menikmati keindahan yang lebih memukau. Banyak puisi dan kisah-kisah dari Tanah Arab dan Iran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Urdu maupun bahasa lainnya yang hidup dan digunakan di India.

Di India memang banyak bahasa yang diakui resmi dan boleh dipergunakan secara nasional, selain bahasa Urdu dan Hindi. Ada limabelas bahasa seperti bahasa Gujrati, Bengali, Punjabi, Sindhi, Tamil, dan sebagainya. Namun, dengan berkembangnya pendidikan di India yang melahirkan kaum intelektual berpendidikan Barat dan banyak mereka yang melanjutkan studi ke Eropa terutama Inggris, maka bahasa Inggris, menjadi dominan. Bahasa ini dijadikan bahasa penghubung dan pengantar di kalangan kaum intelektual dan menjadi bahasa pengantar di perguruan tinggi dan di buku-buku ilmiah.

Banyak pengarang India yang semula menulis dalam bahasa Urdu atau bahasa lainnya yang digunakan di anak benua Asia itu beralih menulis dengan menggunakan bahasa Inggris. Apalagi setelah mereka banyak membaca dan menghayati sastra Barat. Namun alasan mereka wajar juga, yaitu karya-karya mereka dapat dibaca lebih luas, yaitu pembaca Eropa.

Dalam perkembangan selanjutnya, muncullah tradisi menulis cerpen dalam sastra India. Para pengarang mulai menyukai menulis cerpen, baik dalam bahasa India maupun bahasa Inggris. Pengarang terkenal India, Rabindranath Tagore, bahkan mempunyai antoloji cerpen dalam bahasa Inggris berjudul “Hungry Stones and Other Stories”. Tagore malah pernah mendapat Hadiah Nobel Sastra pada tahun I913, terutama bagi puisinya Gitanyal yang mempertemukan pandangan Timur dengan pandangan Barat.

Memang bukan hanya Rabindranath Tagore saja yang punya kumpulan cerpen dalam bahasa Inggris, justru cukup banyak sastrawan India yang karya cerpennya ditulis dalam bahasa Inggris yang diterbitkan dalam bentuk buku. Antara lain Prem Chand (1880-1936) yang diakui sebagai novelis dan cerpenis terbesar di India. Kumpulan cerpennya yang pertama “Soze Watan” terbit tahun 1907, tapi kemudian dilarang karena terlalu berbau nasionalisme.

R.K.Narayan kumpulan cerpennya “A Horse and Two Goats” (1970), dan dalam tahun 1961 ia menerima hadiah Sahitnya Academy Award untuk novelnya “The Guide” satu penghargaan tinggi bidang sastra di India yang selalu didambakan para sastrawan. Para kritisi sastra dari Barat sama berpendapat, bahwa membaca novel-novel Narayan selalu menambah pengetahuan tentang watak bangsa India, sumbangan karyanya dengan kematangan yang mengagumkan merupakan sumbangan yang memperkaya sastra dunia.

Bhabani Bhattacharya, terkenal dengan kumpulan cerpen “Steel Hawk and Others Stories”. Namun dia juga terkenal dengan 40 novel dan kumpulan cerpen lainnya, dan selalu mendapat penghargaan tertinggi di bidang seni sastra. Karya-karya banyak diterjemahkan dalam bahasa-bahasa yang resmi di India, dan juga bahasa-bahasa Eropa.

Raja Rao cukup banyak buku kumpulan cerpen karyanya, antara lain “The Cow of the Barricades”. “The Serpent and the Rope”. “The Cat and Shakespeare” karya-karyanya bukan hanya diterbitkan di negerinya sendiri, tapi juga di Inggris dan Amerika Serikat. Dia pun sering memperoleh penghargaan. Pengagum Mahatma Gandhi ini selalu kerasan tinggal di negeri Barat.

Kebanyakan karya sastra India ini, baik novel maupun cerpen, tidak sekedar fiksi kosong. Tapi senantiasa berisi rekaman suasana kehidupan rakyat banyak di India, dan bahkan suasana batinnya. Memang karya-karya mereka selalu berbeda dalam pemakaian bahasa berbeda dalam gaya, artistik, kreativitas, namun selalu ujung-ujungnya berada dalam satu tujuan : rasa kebangsaan India yang mereka banggakan, dan juga kemanusiaan.

Meskipun mereka memiliki begitu banyak etnis suku bangsa, bahkan 15 bahasa berbeda tapi diakui secara resmi sebagai bahasa nasional, dan kemudian bahasa Inggris, namun kesadaran mereka sebagai bangsa India seperti yang diajarkan pimpinan terkemuka mereka Mahatma Gandhi dan juga Jawaharlal Nehru tidaklah pernah luntur. Ini tergambar dengan menonjol dalam karya-karya sastra mereka yang cukup banyak.
Masuknya sastra Barat (Inggris) ke India yang memperkenalkan demokrasi dan modernisasi, memang menumbuhkan karya sastra modern India. Karya-karya tulis Tagore, Gandhi, Tilak, Iqbal, ternyata menumbuhkan rasa patriotisme dan akhirnya mendorong mencari identitas diri sebagai bangsa. Revolusi Amerika, Revolusi Perancis, bahkan juga Revolusi Rusia di tahun 1917, memang mengilhami mereka dalam upaya dan perjuangan kemerdekaan bangsa, namun yang tak dilupakan semuanya serba berlandaskan spiritual India. Maka mereka tak kehilangan identitas diri dan bangsa.

Komparatisme sastra, filosofi dan psikoanalisis

Disusun Oleh : Sanityas Suryobroto – Sas.Prancis UGM 06

Extraits :

La littérature comparée, en effet, comme la discipline, s’est développée à partir de cette période de crise de la pensée qui a correspondu à la promotion de l’idée de Littérature. De ce fait, sa théorie s’élabore à la croisée du discours “philosophique” et du discours “littéraire”, de même que, dans sa pratique, le questionnement éthique ne cesse de croiser la réflexion esthétique.

Sejarah pemikiran dan komparatisme

seluruh pemikiran filosofis, dari Plato ke Kant sampai Hegel, selalu membuang jauh-jauh perbedaan antara mythos dan logos, memisahkan konsep dari akarnya pada karya fiksi dan sajak-sajak. pemikiran ini telah ada sejak masa sebelum Presokratik yang menganggap bahwa kita bukanlah “para filsuf”, atau para Filsuf yang berpendapat lewat  perkataan bijak dari sebuah pidato dimana pemikiran filosofis dan sajak-sajak itu tidak ada bedanya.

Maka dari itu, usaha tersebut bisa merangkum seluruh sejarah dalam filosofi dan menghubungkan seluruh genre literatur. dan membuktikan bahwa perbedaan itu tidak usah-lah diungkit atau dibuktikan, melainkan membuktikan bahwa tidak ada sebuah risalah filosofis yang tidak terkontaminasi oleh literatur dan karya tulis—bukan teks literatur pasti selalu melibatkan pemikiran, ide-ide, serta filosofi.

Literatur mungkin dianggap sedikit mempengaruhi pergerakan ide-ide dan pergerakan besar-besaran literatur dapat dianggap diluar debat filosofis pada masa itu. biar bagaimanapun juga, banyak karya pada masa baroque seperti Soul and Romantic karya Albert Béguin dan Romanticism in European Literature karya Paul Van Tieghem menampilkan bagaimana pergerakan Enlightenment atau Pencerahan dan filsafat alam adalah penting untuk memahami teks romantis.

Mungkin ada pemikiran bahwa jenis studi ini, seharusnya menempati tempat yang menonjol dalam penelitian komparatif. Tetapi sayangnya tidak, dan lapangan untuk mempelajari komparatisme sastra pun terbuka lebar. bahkan selama dua-puluh tahun terakhir di Prancis, sebuah dokumen menunjukkan bahwa masih sedikit orang yang tertarik untuk mempelajarinya. Perhatian mereka terutama pada periode roman kontemporer, serta perbandingan antara Camus dan Dostoevsky, atau Age of Enlightenment dan Romantisisme. Dua karya sebagai studi dalam komparatisme sastra yakni antara Montaigne dan Machiavelli dalam sastra Perancis pun sangat langka. Perbandingan semacam ini tampaknya akan lebih relevan dalam masa modern. Tentunya dalam munculnya konsep modern dalam sastra yang melibatkan pada laporan sastra dan filosofis, dan bisa memulai mengangkat lagi isu yang sama sekali berbeda dari sejarah ide.

Tiga fungsi filosofi dalam teks literatur

Pada umumnya, tulisan filsafat dan literatur itu mengangkat isu metodologi dan komparatif dari pembacaan teks. oleh karena itu, elemen-elemen filosofis yang mewakili sebuah sisi komparatisme berasal dari tiga fungsi utama.

Fungsi yang pertama, filosofi muncul dalam teks sastra sebagai referensi budaya, dan merupakan sebuah konsep referensi atau mencari nama seorang filsuf.

Fungsi yang kedua terbagi menjadi dua, yang pertama, argumen filosofi mempunyai fungsi yang puitis, dan karakterisasi dari gabungan kedua hal tersebut adalah sebuah struktur cerita. yang kedua, filosofi merupakan “operasi resmi” bisa juga berarti tema filosofi menjadi acuan dalam teks literatur dalam menemukan alasan atau masalah, bahkan ikut terlibat dalam praktik menulis.

Fungsi ketiga filosofi dalam teks literatur yaitu walaupun radiasi mengambil alih sastra, namun filosofi masih bagus untuk membandingkan novel dengan tesis. filosofi mungkin memang berfungsi sebagai generator puitis yang memproduksi semua adegan dan karakter spesifik, namun pada akhirnya, teks seringkali berpindah fungsi dari moral menjadi romatis.

Literatur dan Psikoanalisis

Hubungan antara sastra dan psikoanalisis bukan dengan sendirinya merupakan permasalahan tentang komparatif. Tetapi penggunaan konsep psikoanalisis pada

khususnya ada dalam prosedur komparatif sastra.

Pastinya, wacana psikoanalisis dapat digunakan dalam teks literature dan mempunyai fungsi sama dengan wacana filosofis. Hal ini sangat langka pastinya.

Psikoanalisis, normalnya, memang sebuah pertentangan. Bakan kadang-kadang dianggap bahwa “sastra” tidak terlatih untuk menggunakan teori psikoanalisis dengan bijak. perlu digaris bawahi bahwa sastra menkontrol stilistika, semiotik dan teks genetik atau bahkan ketika sastrawan mempelajari teori resepsi, mereka bisa dengan mudah mengetahui apa isu epistemologi dan filosofi yang menjadi dasar dari pendekatan dan pengkonsepan karya tersebut, atau bahkan sebenarnya sastrawan mempunyai instrumen yang tepat untuk menganalisis dan melihat sebelumnya, metode yang akan mereka gunakan.

sanityas suryobroto (SA/13612)

Post colonialisme et Comparatisme

Oleh : Anditya Ardani S – Sas.Prancis UGM 06


Extraits

Les études postcoloniales sont un champ de recherches important des études de littérature et de sciences sociales dans les universités de bien des pays du monde. Le terme postcolonial ne s’exprime pas directement “après le colonialisme”. Le papier est célébré comme un événement monumental postcolonial est l’étude de L’orientalisme (1991) par Edward Said. Il donne une nouvelle perspective dans la compréhension de la relation de lunettes postcolonial “colonisés”, pas “colonisateurs” .

Istilah “pos-kolonial” tidak menyatakan secara langsung “setelah kolonialisme”. Wacana poskolonial menganalisis bagaimana fakta sejarah dari kolonialisme Eropa berlanjut membentuk hubungan antara Barat and non-Barat setelah bekas koloni-koloni meraih kemerdekaan mereka. Poskolonialisme menunjukkan proses perlawanan dan rekonstruksi oleh non-Barat. Teori post-kolonial mengeksplorasi pengalaman penindasan, perlawanan, ras, gender, representasi, perbedaan, penyingkiran, dan migrasi dalam hubungannya dengan wacana-wacana penguasa Barat mengenai Sejarah, Filsafat, Sains, dan Linguistik (Appignanesi, 1999).

Tokoh yang terkenal dan sebagai tonggak tokoh teori poskolonial adalah Edward Said. Karyanya yaitu Orientalisme merupakan awal berdirinya studi poskolonial. Said menegaskan bahwa studi bangsa barat akan peradaban islam hanyalah suatu bentuk rasisme dan alat sebuah dominasi penjajahan. Namun dilain pihak teori poskolonial ini juga dicurigai sebagai alat baru bangsa barat untuk menghadirkan sosok “non barat” yang sebenarnya dijalankan oleh bangsa barat.

Said mengatakan, “Neither imperialism nor colonialism is a simple act of accumulation and acquisition. Both are supported and perhaps even impelled by impressive ideological formations which include notions that certain territories and people require and beseech domination, as well as forms of knowledge affiliated with that domination”. Hal tersebut menekankan agar studi postkolonial dipandang dari sudut pandang pihak yang terjajah dan bukan yang menjajah. Kritik Said mendapat pengakuan internasional karena landasan teorinya dari teori bangsa barat. Dunia barat mencoba mendominasi dengan menyebarkan peradabannya. Mereka memiliki motif seperti kekuasaan dan ekonomi, mereka menganggap bahwa bangsa selain barat merupakan bangsa yang tidak beradab. Bisa dikatakan bahwa suatu ras tertentu yang dianggap lebih dominan atau Superior memiliki hak untuk mengatur ras lainnya yang terdominasi. Istilah rasisme bisa dikaitkan dengan istilah-istilah lain seperti ethnocentries (preferensi terhadap kelompok etnis tertentu), xenofobia (ketakutan terhadap orang asing), miscegenation (penolakan terhadap hubungan antar ras), dan stereotipe (pelabelan terhadap suatu kelompok tertentu). Sehingga studi postkolonial meliputi hal-hal tersebut diatas.

Dua masalah yang timbul dengan pengenalan postcolonial studi di Prancis: satu adalah berkaitan dengan persepsi Perancis postcolonial studi, yang kedua ke institusionalisasi dari francophone studi, terutama (namun tidak secara eksklusif) yang bersangkutan dengan mereka. Pertama kita dapat diketahui sebuah petunjuk umum Perancis yang cukup untuk “teori” US, sebagai exemplified oleh karya Antoine Compagnon, The Demon dari teori (Seuil, 1998). Hal ini sering dikaitkan dengan dunia “pasca. “Postcolonial” adalah istilah baru dari respons otomatis ke budaya kontemporer yang baru joked Petrus Sloterdijk. Jika domain budaya sekarang diselenggarakan sebagai pasar perbedaan:

Rolling adalah sikap yang tergesa-gesa ini adalah berita kematian. Ini merupakan manifestasi dari budaya yang dominan hidup sepenuhnya pada Kamis diskon pada saat ini. Untuk alasan ini yang “dikirim” dari postmodernism [atau pasca] berarti pertama “posting” dari anumerta memuji. Tidak ada bentuk sambutannya juga sesuai dengan prinsip dari budaya dari eskalator yang anumerta memuji dan berita kematian yang, di tengah-tengah gerakan dan kronis kegelapan, mengingatkan yang terakhir adalah beberapa terakhir yang tidak hadir. ”

Sebuah “posting” adalah tidak selalu yang “neo”, seperti yang diamati oleh Henri Meschonnic. Selain itu, kita harus mengakui ketidakjelasan istilah “postcolonial” kemenduaan yang telah dicatat oleh Stephen Slemon tahun 1994:

“Hal ini telah digunakan sebagai salah satu cara untuk memesan sebuah kritik total Barat bentuk historicism, sebagai istilah untuk kopor retooled gagasan ‘kelas’, sebagai subset kedua postmodernism dan pasca-strukturalisme (dan sebaliknya, karena kondisi dari yang kedua dari struktur logika budaya dan kritik budaya sendiri terlihat muncul), sebagai nama untuk kondisi nativist kerinduan di pasca kemerdekaan nasional kelompok; budaya sebagai penanda non-domisili untuk Dunia Ketiga intelektual kader; sebagai pasti terjadi bawah yang fractured ambivalen wacana dan kekuasaan dari penjajah; oppositional sebagai bentuk ‘praktek membaca’, dan – dan ini adalah perjumpaan pertama saya dengan istilah – sebagai nama untuk kategori ‘sastra’ dari aktivitas yang sprang baru selamat datang dan politik energi yang terjadi pada waktu apa yang digunakan untuk dipanggil ‘Commonwealth’ studi sastra. ”

Laporan meragukan bahwa pendekatan terutama pos, termasuk studi Anglo-Saxon, bukan sistem tertutup, selesai dan sedang dalam pelatihan dan impor di kawasan francophone menentukan serangkaian perubahan kritis. J prasyarat menentukan pendekatan pusat sastra: prospek yang tidak sosial-politik yang ditujukan untuk teori kritik yang baru bentuk dominasi global dan mempertimbangkan ini pasca cahaya, namun studi sastra adalah pilihan, tanpa diri kita sendiri untuk “textualism.”

Oleh karena itu kita dapat membandingkan Francophone postcolonial studi “Area Studies” Anglo-Saxon : satu set penelitian di ruang geopolitical dan multi-budaya ilmu (politik, ekonomi, sosial, sejarah …), melibatkan antar daerah . Dengan sastra, pekerjaan difokuskan pada praktek budaya tetapi pasti di tolak dengan modal simbolis yang kuat dalam dunia francophone. Tujuannya adalah untuk mendamaikan dan antar budaya “Area Studies” dengan persyaratan formal dalam presisi analisis khusus untuk tradisi studi sastra.

Nama : Andhitya Ardani Soetandyo

Nomor : 13755

Sastra Prancis 2006

Archéologie du comparatisme européen

Disusun oleh : Marline Purwanti – Sas.Prancis 06

Rumor dari komparatisme sastra di Eropa Selatan mulai digemborkan oleh Gayatri Spivak saat Gayatri mempersiapkan kongres 50th ICLA: International Comparative Literature Association di Venice pada bulan Sepetember. Gayatri Spivak adalah seorang kritikus sastra yang berasal dari India.

Komparatisme sastra adalah salah satu bentuk kritik sastra yang berhubungan dengan 2 karya sastra atau lebih yang memiliki perbedaan. Perbedaan ini dapat berupa aspek kebahasaannya, kebudayaannya, atau hal-hal kebangsaan lain. Kebanyakan karya sastra yang dibandingkan berasal dari 2 bahasa yang berbeda, namun bisa juga berasal dari bahasa yang sama asalkan memiliki latar belakang budaya dan bangsa yang berbeda. Contohnya, sama-sama novel berbahasa Prancis, dapat dibandingkan dengan syarat novel yang satu berasal dari Prancis dan yang satu lagi berasal dari Maroko misalnya. Seperti yang kita tau bahwa Prancis dan Maroko adalah 2 negara yang menggunakan bahasa Prancis namun, 2 negara ini mempunyai latarbelakang yang berbeda, karena Maroko lebih dipengaruhi oleh budaya Arab. Komparatisme sastra juga dapat dilakukan atas 2 karya yang berbeda, misalnya perbandingan antara film dan roman.

Komparatisme sastra adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang melewati batas negara, batas waktu, tidak perduli genre dan ilmu-ilmu apa yang dipelajari, pakah itu sastra, psikologi atau sejarah, serta tidak ada batasan antara suatu karya sastra dengan karya seni yang lain.

Seperti yang diketahui, ada 2 konsep komparatisme sastra yang masih menjadi perdebatan. Yaitu Rene Etiemble, atau René Ernest Joseph Eugène Étiemble, adalah seorang Professor komparative literature di Sorbonne. Ia berusaha untuk meminimalisasikan faktor variasi atau terutama perubahan sejarah, mencoba untuk melindungi diri dari semua budaya relatifitas. Yang lain, mencoba untuk memperkenalkan tambahan atau perbandingan data-data  dari kesatuan kebahasaannya atau dari segi kebangsaannya, sehingga sejarah dapat sangat menentukan dan berevolusi.

Seperti Sub-judul dalam buku Carl Fehrmann yang menjelaskan tentang pandangan  pertama dari sisi paradoksal dari komparatisme sastra, sebuah formulasi yang menandai sastra perbandingan. Bab pendahuluan dalam buku ini menerangkan langkah-langkah yang dihasilkan oleh proses komparatif, sehingga dapat memperkuat sejarah kesusastraan national.

Di Eropa Utara, komparatisme sastra dimulai oleh Hermann Hettner yang telah mengawali kariernya sejak th. 1845 dari selembar pamflet yang berisi  spekulatif Hegelian. Sebelumnya Hettener telah terkenal berkat tulisannya tentang sejarah kesusastraan Eropa abad ke- 18 berupa  gambaran pergerakan ide dan penemuan Inggris  yang sampai ke Eropa melalui Prancis. Cerita ini menjadi bagian dari Danois Georg Brandes yang kemudian diterbitkan antara tahun 1872 sampai dengan tahun 1890. Brandes adalah seorang kritikus asal swedia yang memiliki pengaruh besar terhadap kesusastraan di Skandinavia dan negara-negara di Eropa, mulai sejak tahun 1970 sampai dengan abad 20. Menurut Brandes, suatu karya sastra itu seharusnya menjadi bagian dari “of the great thoughts of liberty and the progress of humanity.” Sekarang Brandes menjadi pelopor kritik sastra Eropa Utara. Dapat diketahui juga bahwa sebesar-besarnya upaya Max Koch, pendiri dari jurnal Zeitschrift für vergleichende Lieraturgeschichte pada th. 1887, pergerakan di Jerman tidak lagi menjadi favorite sejak perang dunia I, kemudian studi perbandingan kemudian pindah ke Prancis oleh Joseph Texte. Sedangkan di Itali pergerakan ini telah ada selama beberapa dekade oleh Francesco de Sanctis. Francesco de Sanctis adalah seorang kritikus sastra Itali abad ke 19.

Pada saat itu, komparatisme sastra menjadi sasaran dari 2 argumen yang berbeda, yang pertama adalah akar dari suatu bahasa lebih menentukan daripada penerimaan pola, ide atau estetika asing. Yang kedua adalah  tentang  idealisme, ciri dari suatu karya seni sastra yang tetap menjadi dangkal dan bahkan tidak berguna apapun interpretasi dari sumbernya, artinya tidak berpengaruh sama sekali. Pada akhirnya komparatisme sastra akan terus mengkritisi teori Wellek yang berhungan dengan masalah penerjemahan dan linguistik. Rene Wellek adalah seorang kritikus komparatisme sastra Ceko-Amerika. Selama perang dunia II, dia dipindahkan ke Amerika dan bertemu dengan kritikus lain yaitu, Austin Warren. Nantinya, pasca perang muncul beberapa medievalist romantis asal Jerman, yaitu Hatzfeld, Spitzer dan Auerbach yang mengambil obor dalam perjalanan penting dalam melewati mekanisme philology sehingga dinamika yang terjadi akan menimbulkan kelas-kelas dialek.

Cerita komparatisme sastra adalah melepaskan diri dari binarity dimana kesusastraan perancis merajalela dimana-mana, jadi bagaimana mengembangkan suatu hubungan yang yang penuh dengan sanjungan atau hubungan permusuhan  dengan kesusastraan Prancis tersebut. Sehingga tidak ada superioritas dan semuanya menerima adanya perbedaan sastra tersebut.

Diakhir bukunya, Carl Ferhmann melihat bahwa perkelahian komparatif Prancis dan komparatif Amerika telah lama terjadi, bahkan sejak 50 tahun sejak adanya gerakan radikal dengan mengurangi peran dari kekuasaan bangsa Eropa dan koloni-koloninya disatu sisinya adalah globalisasi.


Kalender..Biar Inget Tanggal..

April 2024
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

Counter dan Statistik Blog

  • 33,260 hits

Apa Si Isi Blog ini?